Anti Korupsi Melalui Matematika

Jumat, 22 April 2011


Kita mungkin sudah bosan dengan pemberitaan korupsi di media massa yang kita konsumsi setiap hari. Kita pasrah, karena merasa tak mampu menghindar dari sistem yang korups. Bahkan, kita mungkin tak sanggup lagi mempertahankan idealisme kejujuran karena derasnya arus yang harus dilawan.

Sungguh ajaib, di negeri kita koruptor ada di mana-mana, padahal tak pernah ada 'sekolah koruptor'. Mungkin ada baiknya untuk menghadapi fenomena ini, korupsi diajarkan di sekolah.

Penulis mungkin tak dapat menaruh harapan pada para pemimpin negara saat ini.
Namun masih tersimpan harapan besar pada anak-anak kita yang sedang belajar di sekolah dasar dan menengah. Dalam 10 hingga 20 tahun ke depan, sebagian dari mereka akan menjadi pemimpin rakyat, pejabat pengambil keputusan, pelaku bisnis yang handal, atau pun tokoh masyarakat biasa yang turut membangun Indonesia.

Diperlukan strategi dan upaya antisipatif agar mereka (para pemimpin masa depan) tidak terjangkiti 'virus korupsi'. Inilah salah satu tujuan adanya 'pembelajaran korupsi'.
Benar, memang tak ada mata pelajaran korupsi dalam kurikulum kita. Dan untuk menambahkannya, prosedur terlalu berbelit-belit. Tapi kita dapat mengintegrasikan bahasan tentang korupsi dalam pembelajaran mata pelajaran yang ada, misalnya pelajaran matematika, bahasa, atau pelajaran ilmu sosial.

Beberapa pokok pikiran yang berkaitan dengan integrasi pembelajaran korupsi dalam pembelajaran matematika. Dalam Kurikulum 2004, tujuan pembelajaran matematika antara lain: melatih bernalar (misalnya melalui kegiatan penyelidikan), kemampuan memecahkan masalah, mengomunikasikan gagasan, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi.

Sedangkan topik matematika di dalamnya antara lain bilangan, operasi bilangan (penjumlahan pengurangan, perkalian, dan pembagian), statistik, pengukuran dan lain-lain. Kesemua ini bisa menjadi acuan kita dalam mengajarkan korupsi.

Pelajaran matematika memiliki banyak tema yang bisa digunakan. Ada operasi bilangan statistik, pengukuran dan lain-lain. Semua ini bisa menjadi acuan dalam mengajarkan korupsi.

Siswa berlatih mengkomunikasikan ide-idenya dan secara bersama-sama membuat kesepakatan tentang definisi tersebut. Definisi akan membantu mereka mengidentifikasi contoh atau bukan contoh dari suatu tindak korupsi. Mereka bisa mendiskusikan contoh-contoh di sekitar mereka.

Dalam pengajaran bilangan misalnya, kita berharap anak mengerti bilangan satu juta dan satu miliar (bilangan yang dipilih tentu tergantung dari level kelasnya). Pembelajaran ini bukan hanya sekedar menginformasikan bahwa satu juta mempunyai enam nol (1.000.000) dan satu miliar mempunyai sembilan nol (1.000.000.000), tetapi siswa dibantu memahami seberapa besar nilainya.

Misalnya, seberapa banyak satu juta biji jagung? Atau, satu miliar rupiah? Ini terkait dengan 'number sense'. Contoh yang kontekstual dengan kehidupan sehari-hari akan mempermudah siswa memahami makna dan dampak korupsi, dan diharapkan membuat mereka menjadi generasi anti-korupsi.

Ketika sebuah berita di koran menyebutkan 'Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus aliran dana Bank Indonesia (BI) sebesar Rp 100 miliar yang disalurkan melalui Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI)", guru perlu merumuskan pertanyaan: berapa besarkah/nilai uang 100 miliar tersebut? Anak dapat difasilitasi melakukan kegiatan investigasi, seperti mengidentifikasi kebutuhan di sekolahnya dan nilai/harganya (harga buku-buku pelajaran, alat olahraga, komputer, laptop, video, bangku sekolah dan lain-lain).

Mereka pada akhirnya memahami bahwa uang Rp 100 miliar tersebut dapat dibelikan ratusan komputer dan jutaan buku untuk kebutuhan beribu-ribu siswa, puluhan lapangan olahraga yang memadai, membebaskan biaya sekolah ribuan siswa, dan lain-lain.
Alternatif lain, mereka bisa dilibatkan dalam kegiatan pemecahan masalah: bagaimana merencanakan pemanfaatkan uang Rp 100 miliar untuk membangun sebuah perpustakaan umum di sebuah daerah. Para kelompok siswa diberi kesempatan untuk mempresentasikan perencanaanya di depan kelas atau di majalah dinding.

Melalui kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah, diharapkan anak tertarik belajar matematika (karena berhubungan dengan kehidupan sehari-hari), membantu mereka memahami konsep-konsep matematika secara mendalam (karena terlibat langsung dalam mengerjakan matematika), menyadari pentingnya matematika, mengembangkan keterampilan yang esensial dimiliki untuk kehidupan masa depannya: berfikir kritis, berkomunikasi, bekerja sama, dan lain-lain.

Dengan pemaknaan yang mendalam tentang bilangan, para siswa mengerti berapa nilai kerugian korupsi Rp 100 miliar rupiah yang ditimbulkan bagi dirinya dan masyarakat lainnya. Para siswa akhirnya diharapkan dapat lebih cepat memahami permasalah masyarakat dan mengkritisi kejadian yang ada di sekitar mereka. Dengan demikian, moral anak terhadap korupsi dibangun sejak dini dan semoga mereka bisa imun terhadap virus korupsi.

Kita semua berharap, upaya para guru didukung para orangtua dan masyarakat ini akan menjadikan anak-anak pemimpin masa depan bangsa Indonesia terhindar dari penyakit korupsi. Tak kalah pentingnya, kegiatan semacam ini tentu bisa menyurutkan nyali para pejabat pendidikan untuk melakukan korupsi.

0 komentar: